Energi dan Tubuh Kita Manusia
Tubuh manusia perlu energi untuk hidup, berkerja, dan bertenaga. Ist. |
Oleh dr. Evi Fajari
Ketika orang bicara tentang “energi” dalam tubuh, seringkali
mereka membayangkan sesuatu yang mistis: aliran halus, getaran, atau aura.
Namun, dari sudut pandang biologi dan fisiologi, energi tubuh lebih konkret:
berhubungan dengan molekul dan reaksi kimia yang terus berlangsung di setiap
sel.
Energi biologis terutama diolah dalam bentuk adenosin
trifosfat, atau ATP. ATP bekerja seperti baterai kecil: ketika fungsinya
diperlukan, misalnya kontraksi otot, transmisi impuls saraf, atau sintesis
molekul baru. Ikatan kimia ATP kemudian diputus dan energi dilepaskan untuk
melakukan pekerjaan seluler.
Energi dalam tubuh
Proses utama yang menghasilkan ATP pada kebanyakan sel
manusia berlangsung di mitokondria, organel yang sering disebut “pembangkit
tenaga” sel. Mitokondria mengubah bahan bakar, yaitu glukosa dan asam lemak,
menjadi ATP lewat rangkaian reaksi oksidatif yang sangat terorganisir
(Casanova, 2023).
Energi bukan hanya soal “jumlah” ATP yang tersedia: ia juga
soal alokasi dan waktu. Misalnya, sel otot membutuhkan suplai ATP lokal yang
cepat saat berkontraksi berulang; neuron memerlukan energi pada sinapsis untuk
mempertahankan potensial listrik; sel hati menyalurkan energi untuk jalur
metabolik yang kompleks.
Ketika produksi ATP terganggu: baik karena mutasi genetik,
penuaan mitokondrial, atau penyakit: fungsi jaringan dapat menurun drastis.
Studi modern menempatkan kesehatan mitokondria sebagai pusat banyak penyakit
kronis dan proses penuaan, karena mitokondria juga berperan sebagai pusat
sinyal dan pengendalian metabolisme, bukan hanya “mesin pembuat ATP” (Nunnari
& Suomalainen, 2012).
Dari mana energi itu datang dan ke mana ia pergi?
Sumber energi tubuh manusia berasal dari makanan:
karbohidrat, lemak, dan protein. Masing-masing jalur ini memasok bahan bakar ke
jalur oksidatif atau anaerob yang kemudian menghasilkan ATP.
Jika kita melihat gambaran harian, komposisi pengeluaran
energi manusia memiliki tiga pilar utama. Pertama, basal metabolic rate (BMR):
energi yang dipakai untuk fungsi dasar tubuh saat istirahat. Kedua, thermic
effect of food: energi yang dipakai untuk mencerna dan menyerap makanan.
Ketiga, aktivitas fisik: baik aktivitas ringan maupun olahraga intens. Secara
umum, BMR menyumbang porsi terbesar dari pengeluaran energi harian individu
(Sabounchi, Rahmandad & Ammerman, 2013).
Untuk memperkirakan pengeluaran energi saat aktivitas, para
ilmuwan menggunakan satuan MET (metabolic equivalent of task). Satu MET
kira-kira setara dengan energi yang dipakai saat duduk tenang: aktivitas
seperti berjalan cepat atau bersepeda memiliki nilai MET lebih tinggi sehingga
membakar lebih banyak kalori per satuan waktu. Kompendium aktivitas fisik
(Compendium of Physical Activities) adalah salah satu sumber baku untuk
mengkonversi aktivitas menjadi estimasi pengeluaran energi (Ainsworth et al., 2011).
Ini penting misalnya saat merencanakan program latihan atau
menilai kebutuhan kalori harian. Namun perlu diingat: angka-angka ini adalah
rata-rata. Faktor individu seperti usia, massa otot, hormon, dan efisiensi
metabolik membuat perhitungan nyata sering berbeda antar orang.
Catatan praktis: jika Anda sering merasa “lelah” padahal
makan cukup dan tidur cukup, penyebabnya bisa berasal dari banyak level.
Kekurangan mikronutrien, misalnya zat besi atau vitamin B12, gangguan tidur,
gangguan hormon tiroid, atau gangguan mitokondrial: semua bisa berperan.
Memeriksa sekumpulan kemungkinan penjelasan lebih berguna ketimbang menyalahkan
satu faktor tunggal.
Energi kuantitas tetapi juga dan waktu
Tubuh manusia tidak bekerja sebagai mesin yang konstan sepanjang hari: ada ritme biologis yang mengatur kapan jaringan lebih efisien memakai bahan bakar. Jam sirkadian: jaringan jam internal yang dikoordinasikan oleh inti suprachiasmatik di otak: mengatur pola tidur-bangun, hormon seperti kortisol dan melatonin, serta ekspresi gen metabolik di organ perifer seperti hati dan otot.
Waktu makan, kualitas tidur, dan paparan cahaya dapat
memengaruhi bagaimana tubuh menaruh prioritas metabolik: kapan pencernaan
maksimal, kapan pemulihan otot terbaik, atau kapan insulin dan metabolisme
glukosa paling efisien. Penelitian terbaru menyorot bahwa gangguan ritme
sirkadian, misalnya shift work, paparan layar malam hari, atau kebiasaan makan
larut malam, dapat meningkatkan risiko gangguan metabolik dan menurunkan
efisiensi penggunaan energi (Panda, 2016).
Konsekuensinya konkret: dua orang dengan asupan kalori yang
sama bisa saja memiliki hasil kesehatan dan komposisi tubuh berbeda bila waktu
makan dan pola tidur mereka berbeda. Intervensi medis modern mengeksplorasi
konsep time-restricted feeding, yakni membatasi jendela makan pada jam
tertentu, untuk mengembalikan sinkronisasi metabolik dengan jam internal. Hasil
awal menunjukkan perbaikan pada toleransi glukosa dan komposisi lemak tubuh
pada beberapa studi: meskipun bukan solusi universal untuk semua orang.
Energi “halus” antara budaya, pengalaman, dan bukti ilmiah
Di luar penjelasan biokimia dan fisiologi ada wacana luas
tentang “energi” dalam tradisi budaya: chi atau qi, prana, aura, atau
konsep-konsep serupa. Banyak tradisi menggunakan kerangka ini untuk menjelaskan
kesehatan, kebugaran, dan pengalaman subyektif.
Dalam ranah klinis modern, beberapa pendekatan yang
dikategorikan sebagai biofield therapies: misalnya reiki, terapi jarak, dan
beberapa bentuk pijat energi: telah diteliti. Literatur ilmiah menilai fenomena
ini dengan hati-hati. Ada temuan yang menunjukkan perubahan fisiologis tertentu
pada penerima atau praktisi, misalnya EEG atau variabilitas detak jantung dalam
kondisi terkontrol. Beberapa studi juga melaporkan manfaat subyektif: misalnya
pengurangan nyeri atau kecemasan (Rubik et al., 2015).
Namun bukti masih heterogen: metode penelitian, ukuran efek,
dan risiko bias sangat bervariasi. Karena itu, klaim besar tentang “aliran
energi” non-fisiologis perlu disikapi kritis.
Bagi praktisi dan pasien, yang praktis adalah: jika suatu
terapi tradisional membuat seseorang merasa lebih tenang, tidur lebih baik,
atau mengurangi nyeri tanpa membahayakan, ia dapat dipertimbangkan sebagai
bagian dari pendekatan holistik: tetapi bukan pengganti pengobatan berbasis
bukti untuk kondisi serius. Integrasi budaya-sensitif terhadap praktik lokal,
seperti pijat tradisional atau ritual pernapasan, bisa mendukung kesejahteraan
bila dijalankan secara aman.
Menjaga energi tubuh secara nyata
Merawat energi tubuh bukan soal mencari sumber misterius,
melainkan merawat proses biologis dasar dengan kebiasaan yang konsisten.
Beberapa langkah praktis berdasar bukti:
- Pola
makan seimbang: pastikan asupan makro dan mikronutrien terpenuhi.
- Aktivitas
fisik teratur: gerak meningkatkan kapasitas mitokondria dan membakar
energi berlebih (Ainsworth et al., 2011).
- Tidur
dan ritme sirkadian: tidur cukup, paparan cahaya pagi hari, dan
menghindari makan terlambat dapat meningkatkan efisiensi metabolik (Panda,
2016).
- Periksa
kesehatan bila lelah terus-menerus: evaluasi anemia, fungsi tiroid,
gangguan tidur, atau kemungkinan masalah mitokondrial (Nunnari &
Suomalainen, 2012; Casanova, 2023).
- Sikap
kritis terhadap klaim energi spektakuler: bila ingin mencoba terapi
tradisional atau biofield, utamakan keselamatan dan integrasikan dengan
perawatan medis bila perlu (Rubik et al., 2015).
Dengan memahami kedua sisi: mekanika biokimia yang
memproduksi ATP dan konteks budaya-psikologis tentang “energi”: kita mendapat
gambaran menyeluruh tentang bagaimana manusia mengalami dan mengelola tenaga
hidup sehari-hari. Energi adalah jumlah, alokasi, dan ritme. Merawatnya berarti
merawat tubuh, waktu, dan lingkungan hidup kita.
Daftar Pustaka
Ainsworth, B.E., Haskell, W.L., Herrmann, S.D., Meckes, N.,
Bassett, D.R. Jr, Tudor-Locke, C., Greer, J.L., Vezina, J., Whitt-Glover, M.C.
& Leon, A.S., 2011. 2011 Compendium of Physical Activities: a second
update of codes and MET values. Medicine & Science in Sports &
Exercise, 43(8), pp.1575–1581.
Casanova, A., 2023. Mitochondria: It is all about energy.
Frontiers in Physiology. Available at: PubMed Central.
Nunnari, J. & Suomalainen, A., 2012. Mitochondria: in
sickness and in health. Cell, 148(6), pp.1145–1159.
Panda, S., 2016. Circadian physiology of metabolism.
Science, 354(6315), pp.1008–1015.
Rubik, B., Muehsam, D., Hammerschlag, R. & Jain, S.,
2015. Biofield science and healing: history, terminology, and concepts.
Global Advances in Health and Medicine, supplement (2015).
Sabounchi, N.S., Rahmandad, H. & Ammerman, A., 2013. Best-fitting
prediction equations for basal metabolic rate: informing obesity interventions
in diverse populations. International Journal of Obesity, 37(10),
pp.1364–1370.