Energi Positif Sekitar Kita
Energi positif sekitar kita itu sederhana, namun perlu. Ist. |
Kita sering mendengar ungkapan: “Ruangannya terasa adem,
auranya enak, banyak energi positif.”
Tapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan energi positif?
Dalam bahasa sehari-hari, ia adalah metafora. Sesuatu yang
tidak kita lihat, tapi bisa kita rasakan. Kehangatan tatapan seseorang, suasana
rumah yang bersih dan lapang, tawa kecil yang menular. Semua itu sering kita
sebut sebagai “energi positif”.
Dalam ranah psikologi, istilah ini diterjemahkan ke konsep
yang lebih terukur: emosi positif, optimisme, rasa syukur, atau resiliensi.
Penelitian di bidang psikologi positif menunjukkan bahwa orang yang lebih
sering mengalami emosi positif cenderung lebih sehat, lebih puas dengan
hidupnya, dan lebih tahan menghadapi tekanan. Jadi, “energi positif” bukan
semata-mata mitos atau kata manis: ia punya rujukan nyata dalam sains.
Tidak semua klaim tentang energi
positif bisa diverifikasi. Misalnya, klaim bahwa aura manusia memancarkan
frekuensi tertentu belum terbukti dalam penelitian akademis. Jadi, ada baiknya
kita berhati-hati. Ambil yang bermanfaat, tapi jangan menelan mentah-mentah
semua yang beredar.
Energi positif bisa kita pahami sebagai kumpulan pengaruh: emosi, pikiran, suasana, interaksi: yang membuat hidup terasa lebih ringan, penuh makna, dan memberi dorongan untuk maju
Apakah Energi Positif Bisa Dibuktikan?
Pertanyaan ini penting. Jika kita bicara sains, kita ingin
tahu: bisa diukur atau tidak?
Studi psikologi
implikatif menyebut energi positif terkait dengan optimisme, kreativitas, dan
rasa percaya diri. Sebaliknya, energi negatif berkaitan dengan kecemasan,
stres, atau depresi. Tentu saja, yang diukur bukan “energi” dalam arti fisik,
melainkan indikator psikologis melalui kuesioner, wawancara, atau tes
kepribadian.
Psikologi positif juga memberi banyak bukti. Emosi positif:
rasa syukur, gembira, cinta: berkaitan dengan peningkatan kesehatan mental.
Orang yang sering merasakannya cenderung lebih kuat menghadapi trauma. Mereka
lebih cepat pulih setelah jatuh. Bahkan, emosi positif terbukti memperkuat
ikatan sosial. Kita tahu, orang yang murah senyum biasanya lebih disukai.
Tapi ada catatan penting. Berpikir positif yang berlebihan
bisa berbalik arah. Ia menutup ruang bagi emosi negatif yang sebenarnya wajar:
marah, sedih, kecewa. Kalau terus dipendam, justru bisa menimbulkan tekanan
batin. Jadi, yang sehat adalah keseimbangan.
Dengan kata lain, energi positif memang nyata: bukan dalam bentuk partikel yang bisa ditimbang, tapi dalam bentuk pengalaman psikologis yang bisa dirasakan dan diteliti.
Dari Mana Energi Positif Datang?
Sumbernya berlapis-lapis. Ada yang datang dari luar, ada
yang tumbuh dari dalam.
Pertama, lingkungan fisik.
Coba bandingkan ruangan berantakan, pengap, penuh barang tak terpakai dengan
ruang yang lapang, terang, ada tanaman hijau di sudutnya. Beda sekali. Ruang
yang rapi bisa membuat pikiran lebih jernih. Bahkan cahaya matahari yang masuk
ke jendela sudah cukup untuk mengangkat suasana hati.
Kedua, interaksi sosial.
Orang-orang di sekitar kita memengaruhi energi yang kita rasakan. Teman yang
suportif, pasangan yang penuh empati, rekan kerja yang menghargai, semua itu
adalah penyumbang energi positif. Sebaliknya, orang yang suka meremehkan,
menyindir, atau menyebarkan gosip bisa menjadi penguras energi.
Ketiga, kebiasaan dan aktivitas.
Olahraga, meditasi, doa, atau sekadar berjalan di alam terbuka memberi energi
baru. Aktivitas ini merangsang hormon yang memicu rasa bahagia. Tidak heran,
banyak orang merasa lebih segar setelah berlari atau berolahraga ringan.
Keempat, cara pandang.
Mindset punya peran besar. Orang yang melihat kegagalan sebagai pelajaran akan
lebih cepat bangkit. Sebaliknya, yang terus-menerus menyesali kegagalan akan
terjebak dalam energi negatif. Dalam hal ini, afirmasi positif: mengulang
kata-kata yang memberi semangat: bisa membantu menjaga keseimbangan pikiran.
Menariknya, penelitian linguistik menemukan bahwa bahasa manusia secara umum condong ke kata-kata positif. Artinya, sejak lama, manusia memang cenderung lebih sering mengekspresikan harapan, pujian, atau optimisme. Ini bisa dianggap sebagai bukti bahwa energi positif sudah menjadi bagian dari budaya kita.
Bagaimana Memanfaatkannya?
Energi positif tidak hanya untuk dirasakan. Ia bisa
dikelola, dipelihara, dan disebarkan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mulai dari hal
sederhana: merapikan kamar, membuka jendela, atau mematikan televisi yang
terlalu bising. Lingkungan yang tertata membuat energi positif lebih mudah
mengalir.
Dalam pendidikan, guru yang memberi apresiasi kecil: “Bagus,
jawabanmu tepat”: sedang menyalakan energi positif di kelas. Siswa yang
dihargai akan lebih bersemangat. Penelitian menunjukkan suasana kelas yang
suportif berpengaruh besar pada motivasi belajar.
Di dunia kerja, pemimpin yang memberi kepercayaan dan umpan
balik yang membangun sedang menanam energi positif dalam timnya. Budaya kerja
yang sehat: kolaboratif, terbuka, menghargai keberagaman: bisa meningkatkan
produktivitas sekaligus kebahagiaan pegawai.
Namun, kita juga harus waspada terhadap jebakan. Energi
positif tidak berarti menolak kenyataan. Hidup penuh dengan naik-turun.
Menangis, marah, kecewa: semua itu bagian alami dari perjalanan. Energi positif
hadir bukan untuk menghapus emosi negatif, tapi untuk menyeimbangkannya.
Strateginya bisa sederhana:
- Kenali
diri. Catat momen ketika energi terasa mengalir, dan kapan ia surut.
- Latih
pikiran. Ubah sudut pandang negatif menjadi lebih konstruktif.
- Bangun
ruang yang mendukung. Tanaman, cahaya, musik lembut bisa membantu.
- Jalin
interaksi sehat. Pilih teman yang menguatkan, bukan yang melemahkan.
- Rawat
tubuh. Olahraga, tidur cukup, makanan seimbang adalah fondasi energi.
- Hidup
dengan tujuan. Visi hidup memberi bahan bakar yang tidak mudah padam.
Energi positif, jika dipelihara dengan bijak, bukan sekadar
perasaan sesaat. Ia bisa menjadi daya dorong yang konsisten. Sesuatu yang
membuat kita tetap melangkah, meski jalan berliku.
Energi positif adalah sesuatu yang abstrak sekaligus nyata.
Ia tidak bisa ditimbang dengan timbangan digital, tapi bisa dirasakan lewat
senyum, suasana hati, atau cara kita bangkit dari jatuh.
Kehadirannya penting. Bukan karena kita harus selalu
bahagia, melainkan karena ia memberi ruang bagi keseimbangan. Hidup tidak
melulu terang, ada juga gelap. Tapi justru dalam perpaduan keduanya, energi
positif menemukan maknanya. Ia hadir sebagai cahaya kecil yang membuat langkah
terasa lebih ringan, hari-hari lebih bermakna, dan hidup lebih layak dirayakan.
Penulis: Yus Thadius Akui, S.Pd.