Pendidikan Hemat Energi Sejak Dini di Rumah Bagi Anak

Pendidikan dini hemat energi pada anak.
Pendidikan dini agar anak hemat energi by Grok.

Oleh Hanna Sakristie, M.Sc.

Sebagai seorang ibu, saya sering merasa bahwa rumah adalah sekolah pertama bagi anak-anak. Dari cara mereka belajar makan, berbicara, sampai hal-hal sederhana seperti menaruh sepatu di tempatnya. Nah, kenapa tidak sekalian kita ajarkan mereka soal hemat energi?

Di era sekarang, listrik dan energi itu bukan hal murah, ya. Lampu, AC, televisi, kulkas, bahkan charger HP yang sering lupa dicabut. Semua itu menyedot energi. 

Kadang kita tidak sadar, tahu-tahu tagihan listrik membengkak. Tapi lebih dari itu, ada hal yang lebih besar: bumi kita yang makin lelah. Maka, mengajarkan hemat energi pada anak sejak dini bukan sekadar soal tagihan listrik, melainkan juga soal menjaga bumi untuk masa depan mereka.

Biasakan anak mematikan lampu sebelum keluar kamar

Saya suka membayangkan: anak-anak yang terbiasa mematikan lampu sebelum keluar kamar, atau menutup keran air saat sikat gigi. Buat mereka, itu bukan sekadar aturan rumah, melainkan bagian dari hidup sehari-hari. Kalau terbentuk sejak kecil, kebiasaan ini akan mereka bawa sampai dewasa.

Manfaatnya banyak sekali. Dari sisi lingkungan, jelas: makin sedikit energi terpakai, makin sedikit pula emisi karbon. Dari sisi ekonomi, ya jelas terasa di dompet kita—tagihan listrik bisa turun 20 sampai 30 persen. Uang lebih itu bisa dialihkan untuk beli buku, nabung sekolah anak, atau sekadar jajan es krim bareng di akhir pekan. Dan yang tak kalah penting, anak belajar soal tanggung jawab. Mereka akan merasa: “Aku ikut menjaga bumi.” Itu kan luar biasa.

Lalu, bagaimana cara memulainya? Tidak usah rumit. Justru semakin sederhana semakin mudah dilakukan.

  • Pertama, beri pengertian dengan cara yang menyenangkan. Misalnya lewat dongeng atau video lucu. Anak-anak kan suka cerita, jadi pesan lebih cepat nyangkut.
  • Kedua, buat aturan sederhana. Lampu mati kalau kamar kosong. AC hanya dipakai saat benar-benar perlu. Charger jangan dibiarkan menempel seharian.
  • Ketiga, ajak anak terlibat langsung. Misalnya bikin permainan kecil: siapa yang paling sering ingat mematikan lampu, dapat stiker bintang. Lama-lama, mereka jadi terbiasa tanpa harus diingatkan terus.

Ada juga trik yang bikin kegiatan hemat energi jadi seru. Pernah saya ajak anak-anak main “perburuan energi.” Tugas mereka mencari benda yang menyala sia-sia di rumah. Ada charger lupa dicabut? Ada kipas masih muter padahal kamar kosong? Begitu ketemu, mereka bersorak seolah menemukan harta karun. Seru sekali, sekaligus mendidik.

Kurangi screen time

Selain itu, kita bisa kurangi screen time. Ajak anak membaca buku, menggambar, atau berkebun. Rasanya lebih sehat, lebih dekat juga dengan keluarga. Kadang kami bikin jadwal “tanpa listrik” beberapa jam. Lampu dimatikan, TV mati, HP ditaruh. Lalu kami bercerita atau bermain papan. Anak-anak suka, malah jadi momen hangat bersama.

Saya percaya, orang tua adalah contoh utama. Kalau kita masih sering lupa mematikan lampu atau boros listrik, jangan harap anak mau patuh. Jadi ya, kita pun harus belajar bersama.

Akhirnya, pendidikan hemat energi di rumah bukan cuma soal teknis, tapi soal membentuk gaya hidup. Dimulai dari hal-hal kecil, yang lama-lama berdampak besar. Hari ini mungkin hanya mematikan satu lampu. Besok, bisa jadi anak kita yang dewasa nanti memilih rumah bertenaga surya, atau bekerja menciptakan teknologi ramah lingkungan.

Mari mulai sekarang. Tidak perlu menunggu besok. Ajak anak-anak kita peduli, dengan cara sederhana dan menyenangkan. Karena pada akhirnya, energi yang kita hemat hari ini adalah hadiah untuk mereka di masa depan.

Jakarta, 27 September 2025

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url